Kantor

Jl. Kendal No.1 10, RT.10/RW.6, Dukuh Atas, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310

Dijual Demi Mimpi, Pulang Tinggal Nama: NTT Darurat Perdagangan Orang

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini tengah berada dalam situasi krisis kemanusiaan yang sangat serius. Dalam kurun waktu delapan tahun terakhir, sebanyak 1.338 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT dilaporkan meninggal dunia.

Dari jumlah tersebut, hanya 40 orang yang tercatat berangkat secara legal, sementara sisanya diduga kuat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui jalur non-prosedural.

Data mengejutkan ini diungkap oleh Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kupang dan disampaikan oleh organisasi advokasi PADMA Indonesia. Dalam laporan resmi bertajuk “Stop Jo Bajual Orang”, Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa, menyebut kematian ratusan anak bangsa ini sebagai tragedi kemanusiaan akibat kemiskinan dan sistem yang gagal melindungi warganya.

“Ini bukan sekadar angka. Ini adalah nyawa-nyawa anak bangsa yang diperjualbelikan. Mereka dijanjikan masa depan, tetapi yang mereka terima hanyalah kematian,” tegas Gabriel dalam pernyataan tertulis yang diterima media pada Sabtu, 31 Mei 2025. Ia menyebut NTT kini menjadi episentrum baru dalam peta perdagangan manusia nasional.

Menurut Gabriel, dahulu NTT tidak termasuk wilayah rawan perdagangan manusia. Namun kini, akibat minimnya lapangan kerja dan habisnya sumber daya lokal, masyarakat mudah tergoda janji upah besar di luar negeri. Banyak dari mereka bahkan rela memalsukan identitas hingga berpindah agama demi kelengkapan dokumen palsu yang disiapkan oleh sindikat.

Baca Juga  Kelompok Tani di Manggarai Terima Bantuan Benih Hortikultura dari Sahabat Tani Go

Faktor sosial-budaya turut memperparah situasi. Tekanan adat dan keharusan membayar mas kawin membuat banyak anak perempuan terpaksa bekerja di luar negeri. Mereka menjadi target empuk sindikat perdagangan manusia yang menyamar sebagai agen penyalur tenaga kerja.

Statistik dari PADMA Indonesia memperlihatkan tren kematian yang mengkhawatirkan: 321 PMI meninggal dunia antara 2016–2019, 435 orang pada 2020–2023, 533 orang pada awal 2024, dan 49 orang hingga April 2025. Dari seluruh jumlah itu, 1.298 orang diberangkatkan secara ilegal, dan hanya 40 orang melalui jalur resmi.

Lebih mengkhawatirkan lagi, penegakan hukum terhadap TPPO di NTT masih sangat lemah. PADMA mencatat bahwa sebagian besar pelaku yang dijerat hukum hanyalah operator lapangan, sedangkan otak intelektual di balik sindikat justru lolos dari jerat hukum. Di beberapa wilayah seperti Sumba Barat, TTS, Ngada, dan Flores Timur, pola yang sama terus berulang.

Baca Juga  Felix Maria Go-Fransiscus Go Foundation Offers Full Support for NTT Youth Creative Market in Kupang

Gabriel mengecam keras lemahnya peran aparat dalam melindungi masyarakat dari TPPO. Ia menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dan pejabat yang melindungi mafia. “Ini bukan hanya kejahatan hukum, ini adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.

Sebagai solusi, PADMA Indonesia menawarkan pendekatan kolaboratif melalui model Pentahelix yang melibatkan lima unsur penting: pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, media, dan sektor swasta. Gabriel menyerukan agar semua elemen bangsa bersatu melawan perdagangan manusia dan tidak membiarkan suara para korban hilang begitu saja.

Langkah nyata yang didorong meliputi penguatan regulasi, pendirian layanan terpadu, pengembangan BLK, pemanfaatan Dana Desa, hingga pembentukan Rumah Aman di tiap kabupaten.

Melalui kampanye nasional dan internasional “Stop Jo Bajual Orang”, PADMA menggandeng berbagai pihak termasuk organisasi internasional dan media global untuk memastikan isu ini mendapat perhatian dunia. Gabriel menutup dengan tegas, “Satu nyawa yang dijual, itu sudah terlalu banyak. Kami akan terus bersuara demi keadilan dan keselamatan generasi NTT.”